Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Tradisi Unik Sembur Uthik Maulid Nabi di Rogojampi, Warga Gladag Banyuwangi Berebut Uang Koin

tradisi-unik-sembur-uthik-maulid-nabi-di-rogojampi,-warga-gladag-banyuwangi-berebut-uang-koin
Tradisi Unik Sembur Uthik Maulid Nabi di Rogojampi, Warga Gladag Banyuwangi Berebut Uang Koin
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RadarBanyuwangi.id Ratusan warga Dusun Susukan Kidul, Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, berebut uang koin dan kertas yang dibagikan dengan cara disembur-semburkan di halaman Masjid Baitunnajah, Minggu (15/9).

Tradisi yang biasa disebut sembur uthik itu digelar dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sejak pagi, ratusan warga mulai anak-anak, remaja, hingga orang dewasa berkumpul di halaman Masjid Baitunnajah.

Mereka berkumpul bukan sedang antre sembako atau menunggu pembagian telur, melainkan sedang menunggu tradisi sembur uthik.

”Sembur uthik berasal dari bahasa Oseng, sembur berarti  menebarkan dan uthik artinya kebaikan. Sehingga kata sembur uthik bisa diartikan menebarkan kebaikan,” kata Kepala Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Chaidir Sidqi.

Menurut Chaidir, tradisi sembur uthik sudah berlangsung sejak dulu dan selalu dilaksanakan oleh warganya setiap memperingati Maulid Nabi.

”Ini tradisi turun-menurun atas rasa syukur dan berkah rezeki yang diberikan. Tradisi ini menjadi salah satu ajang silaturahmi antarwarga,” ujarnya.

Dalam tradisi sembur uthik di Masjid Baitunnajah ini, takmir masjid menebar atau menyemburkan uang pecahan kertas dan logam mulai pecahan Rp 500 hingga Rp 2.000. Ada juga uang kertas pecahan Rp 5.000.

”Uang koin dan kertas dicampur dengan beras kuning, ini dilakukan setelah pembacaan barzanji di masjid,” terang Heri Prasetyo, warga Dusun Susukan Kidul, Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi.

Tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun ini selalu dinantikan oleh warga setempat. Bahkan, tak jarang juga diikuti oleh warga dari luar dusun dan luar Desa Gladag.

Tak hanya anak-anak, tapi juga remaja maupun orang tua baik laki-laki atau pun perempuan. ”Semuanya bercampur dan berebut,” terangnya.

Dalam tradisi sembur uthik ini, tiga orang pengurus tamir masjid membawa wadah berisi uang logam yang sudah dicampur beras kuning. Ketika uang disemburkan, sontak semua orang yang telah menunggu dan berkumpul di halaman masjid saling berebut.

Mereka bersorak-sorai, saling dorong, saling senggol, dan saling injak. Bahkan, tidak sedikit yang harus jatuh bangun, ada juga yang sampai menangis.

”Ayo ayo terus,” teriak warga agar uang terus ditebar.


Page 2


Page 3

RadarBanyuwangi.id Ratusan warga Dusun Susukan Kidul, Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, berebut uang koin dan kertas yang dibagikan dengan cara disembur-semburkan di halaman Masjid Baitunnajah, Minggu (15/9).

Tradisi yang biasa disebut sembur uthik itu digelar dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sejak pagi, ratusan warga mulai anak-anak, remaja, hingga orang dewasa berkumpul di halaman Masjid Baitunnajah.

Mereka berkumpul bukan sedang antre sembako atau menunggu pembagian telur, melainkan sedang menunggu tradisi sembur uthik.

”Sembur uthik berasal dari bahasa Oseng, sembur berarti  menebarkan dan uthik artinya kebaikan. Sehingga kata sembur uthik bisa diartikan menebarkan kebaikan,” kata Kepala Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Chaidir Sidqi.

Menurut Chaidir, tradisi sembur uthik sudah berlangsung sejak dulu dan selalu dilaksanakan oleh warganya setiap memperingati Maulid Nabi.

”Ini tradisi turun-menurun atas rasa syukur dan berkah rezeki yang diberikan. Tradisi ini menjadi salah satu ajang silaturahmi antarwarga,” ujarnya.

Dalam tradisi sembur uthik di Masjid Baitunnajah ini, takmir masjid menebar atau menyemburkan uang pecahan kertas dan logam mulai pecahan Rp 500 hingga Rp 2.000. Ada juga uang kertas pecahan Rp 5.000.

”Uang koin dan kertas dicampur dengan beras kuning, ini dilakukan setelah pembacaan barzanji di masjid,” terang Heri Prasetyo, warga Dusun Susukan Kidul, Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi.

Tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun ini selalu dinantikan oleh warga setempat. Bahkan, tak jarang juga diikuti oleh warga dari luar dusun dan luar Desa Gladag.

Tak hanya anak-anak, tapi juga remaja maupun orang tua baik laki-laki atau pun perempuan. ”Semuanya bercampur dan berebut,” terangnya.

Dalam tradisi sembur uthik ini, tiga orang pengurus tamir masjid membawa wadah berisi uang logam yang sudah dicampur beras kuning. Ketika uang disemburkan, sontak semua orang yang telah menunggu dan berkumpul di halaman masjid saling berebut.

Mereka bersorak-sorai, saling dorong, saling senggol, dan saling injak. Bahkan, tidak sedikit yang harus jatuh bangun, ada juga yang sampai menangis.

”Ayo ayo terus,” teriak warga agar uang terus ditebar.

Exit mobile version