Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Terlambat Panen, Padi Digebyok Sendiri di Sraten Banyuwangi – Radar Banyuwangi

terlambat-panen,-padi-digebyok-sendiri-di-sraten-banyuwangi-–-radar-banyuwangi
Terlambat Panen, Padi Digebyok Sendiri di Sraten Banyuwangi – Radar Banyuwangi
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RadarBanyuwangi.id – Beberapa metode dan teknologi sudah digunakan dalam sistem pertanian. Tapi masih ada petani harus kembali menggunakan metode tradisional. Salah satunya dengan gebros atau gebyok untuk merontokkan biji padi.

Salah satu petani di Dusun Krajan, Desa Sraten, Kecamatan Cluring, Samin, 40, mengaku terpaksa harus merontokkan padinya secara tradisional.

Baca Juga: Wujud Rasa Syukur Menjelang Panen Raya Padi, Warga Karangrejo Banyuwangi Gelar Ritual Ngerujaki

Alsannya, padi yang ditanamnya mengalami keterlambatan panen. “Panennya telat karena kurang air, padahal dulu menanamnya bareng dengan yang lain,” katanya.

Menurut pria paro baya itu, padi yang mengalami kekurangan air akan sulit menumbuhkan batang baru pada tanaman padi.

Sehingga, tangkai yang nantinya membuahkan buliran gabah juga sulit tumbuh. “Cuma tua umurnya, tapi pohon dan buahnya segitu saja. Lama,” ujarnya.

Baca Juga: Update Program Sekardadu, Ratusan Siswa Diajak Jaga Aliran Sungai Irigasi Persawahan Kebondalem Banyuwangi

Selain karena sulitnya air, lanjut dia, panen yang telat ini juga faktor cuaca yang sedang kemarau. Para petani di daerahnya juga banyak menanam palawija.

Apalagi, sawah yang digarap cukup jauh dari jalur utama irigasi. Sebenarya Jaka Tirta sudah benar dalam membagi air.

“Banyak yang nanam palawija dan itu butuh air, oleh Joko Tirto udah dialirkan, tapi ada yang membelokkan, sehingga air tidak sampai ke sawah saya,” cetus pria asli Jawa Tengah ini.

Baca Juga: Ketemu Petani Banyuwangi, Cak Imin Gelar Dialog dan Tanam Padi

Keterlambatan panen, kata Samin, membuat pemilik mesin perontok padi enggan untuk memberikan jasanya.

Sebab, tenaga dan modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. “Pemilik mesin perontok padi mau diundang hanya saat panen raya secara bersamaan,” ungkapnya.

Meskipun demikian, Samin tetap bersyukur karena masih bisa panen. Apalagi, harga gabah di tingkat petani cukup tinggi, yakni di kisaran Rp 6.200 per kilogram.


Page 2


Page 3

RadarBanyuwangi.id – Beberapa metode dan teknologi sudah digunakan dalam sistem pertanian. Tapi masih ada petani harus kembali menggunakan metode tradisional. Salah satunya dengan gebros atau gebyok untuk merontokkan biji padi.

Salah satu petani di Dusun Krajan, Desa Sraten, Kecamatan Cluring, Samin, 40, mengaku terpaksa harus merontokkan padinya secara tradisional.

Baca Juga: Wujud Rasa Syukur Menjelang Panen Raya Padi, Warga Karangrejo Banyuwangi Gelar Ritual Ngerujaki

Alsannya, padi yang ditanamnya mengalami keterlambatan panen. “Panennya telat karena kurang air, padahal dulu menanamnya bareng dengan yang lain,” katanya.

Menurut pria paro baya itu, padi yang mengalami kekurangan air akan sulit menumbuhkan batang baru pada tanaman padi.

Sehingga, tangkai yang nantinya membuahkan buliran gabah juga sulit tumbuh. “Cuma tua umurnya, tapi pohon dan buahnya segitu saja. Lama,” ujarnya.

Baca Juga: Update Program Sekardadu, Ratusan Siswa Diajak Jaga Aliran Sungai Irigasi Persawahan Kebondalem Banyuwangi

Selain karena sulitnya air, lanjut dia, panen yang telat ini juga faktor cuaca yang sedang kemarau. Para petani di daerahnya juga banyak menanam palawija.

Apalagi, sawah yang digarap cukup jauh dari jalur utama irigasi. Sebenarya Jaka Tirta sudah benar dalam membagi air.

“Banyak yang nanam palawija dan itu butuh air, oleh Joko Tirto udah dialirkan, tapi ada yang membelokkan, sehingga air tidak sampai ke sawah saya,” cetus pria asli Jawa Tengah ini.

Baca Juga: Ketemu Petani Banyuwangi, Cak Imin Gelar Dialog dan Tanam Padi

Keterlambatan panen, kata Samin, membuat pemilik mesin perontok padi enggan untuk memberikan jasanya.

Sebab, tenaga dan modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. “Pemilik mesin perontok padi mau diundang hanya saat panen raya secara bersamaan,” ungkapnya.

Meskipun demikian, Samin tetap bersyukur karena masih bisa panen. Apalagi, harga gabah di tingkat petani cukup tinggi, yakni di kisaran Rp 6.200 per kilogram.