Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Sering Dianggap Sampah Jerami Padi Bisa Menjadi Sumber Cuan

sering-dianggap-sampah-jerami-padi-bisa-menjadi-sumber-cuan
Sering Dianggap Sampah Jerami Padi Bisa Menjadi Sumber Cuan
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RadarBanyuwangi.id – Jerami atau batang padi yang telah dipanen, sering dianggap barang tidak bernilai. Tapi, itu tidak berlaku bagi Sahani, 60, asal Dusun Wadung Kamidin, Desa Tulungrejo, Kecamatan Glenmore. Di tangannya, jerami sebagai sumber penghasilan utama.

Sudah 20 tahun lamanya, Sahani menekuni usaha jualan jerami. Meski kerap dianggap sampah oleh sebagian orang, bagti nenek itu mampu menghasilkan rupiah. “Sehari bisa dapat uang hingga Rp 100 ribu,” kata Sahani.

Sahani mendapatkan jerami dari dua sumber, dari sawah orang lain dan pabrik. Jika mengambil dari sawah orang, didapatkan secara cuma-cuma. Sementara dari pabrik, harus membeli dengan harga Rp 60 ribu hingga Rp 70 ribu per truk. “Pemilik sawah malah senang, karena tidak perlu membersihkan,” ungkap Sahani.

Jerami yang dibeli dari pabrik, jelas dia, biasanya masih basah. Sehingga perlu dijemur hingga kering. Proses pengeringan ini memakan waktu satu hari penuh, setelah itu jerami bisa dijual dengan harga lebih tinggi. “Pengeringan sehari sudah cukup untuk jerami kering,” tambahnya.

Pembeli utama jerami Sahani berasal dari berbagai daerah di Banyuwangi, seperti dari Kecamatan Sempu dan Pesanggaran. Tapi, juga ada yang dari Bali. Jerami itu banyak digunakan untuk alas buah semangka dan melon hasil panen. “Truk pengangkut jerami datang dari berbagai tempat, tapi kadang ada, kadang juga tidak,” jelasnya.

Baca Juga: Warga Keluhkan Asap dari Tempat Pengolahan Sampah di Kedungrejo Muncar Banyuwangi

Saat musim panen semangka,lanjut dia, permintaan jerami meningkat tajam. Pada saat itu, Sahani bisa menghasilkan hingga Rp 100 ribu per hari. Namun di luar musim panen semangka, jerami biasanya disimpan sementara sambil menunggu permintaan meningkat lagi. “Kalau sepi begini, jerami saya simpan dulu,” katanya..

Meski sering pasar sepi, Sahani setiap hari tetap membeli jerami basah dari pabrik, itu dilakukan untuk menjaga stoknya. Dengan cara ini, ia bisa memastikan ketika permintaan kembali naik, persediaan sudah cukup. “Setiap hari tetap ambil jerami dari pabrik, biar stok tetap ada,” ujarnya.

Menurut Sahani, bisnis jerami telah membantunya bertahan hidup selama lebih dari dua dekade. Meskipun keuntungan tidak selalu besar, hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. “Sudah 20 tahun saya bisnis jerami ini, lumayan buat nyukupi anak-anak,” ucapnya.

Sahani menjelaskan jerami yang oleh sebagian orang dianggap sampah, justru memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi petani semangka dan melon. Karena itu, ia optimistis bisnis jerami akan terus bertahan di masa depan. “Jerami ini sebenarnya bernilai, tidak sekadar sampah,” katanya.

Meskipun tidak setiap hari ada pembeli, Sahani tetap gigih menjalankan usahanya. Dengan pengalaman bertahun-tahun, ia sudah paham betul kapan pasar akan ramai dan kapan akan sepi. “Saya sudah terbiasa, tinggal tunggu waktu musim semangka ramai lagi,” tuturnya.

Bagi Sahani, jerami bukan hanya soal bisnis, tapi juga sumber penghidupan yang penting bagi keluarganya. Di tengah pasang surutnya permintaan, ia tetap yakin jerami akan selalu punya tempat di pasar pertanian. “Jerami ini yang menafkahi saya dan keluarga selama ini,” pungkasnya.(rei/abi)

Exit mobile version