Karyawan Dirumahkan, Pengangguran Meningkat
BANYUWANGI – Musim paceklik ikan di Muncar tidak hanya berdampak terhadap penghasilan nelayan. Sejumlah pengusaha yang mengandalkan ikan sebagai bahan baku juga merasakan dampak krisis ikan tersebut. Para pengusaha terpaksa merumahkan sebagian karyawan, karena tidak ada ikan yang mereka produksi. Bahkan sejumlah pabrik juga sudah tutup atau tidak beroperasi .
Ketua Asosiasi Pengalengan dan Penepungan Ikan (APPI) Banyuwangi, Yulia Pujiastutik, 70, mengungkapkan, dari 20 anggotanya saat ini, hanya tinggal 10 pabrik saja yang masih aktif beroperasi. Sementara sisanya sudah tutup karena tidak ada bahan baku yang bisa diolah.
“Pabrik yang masih beroperasi dan bertahan mendapatkan bahan baku ikan impor dan pasokan dari luar daerah. Itupun jumlahnya terbatas,” terangnya. Pabrik yang masih beroperasi, lanjut Yulia, karena masih memiliki modal yang cukup untuk produksi. Apalagi, kini harga ikan impor lebih mahal dibanding ikan segar yang didapat langsung dari nelayan Muncar. Sehingga, pabrik yang kondisi keuangannya minim terpaksa harus tutup dan merumahkan sejumlah karyawanannya.
“Angka pengangguran baru di Banyuwangi dari sektor infdustri perikanan mencapai sekitar 50 persen lebih,” cetusnya. Jumlah angka tersebut masih belum termasuk yang tidak terdaftar dalam anggota APPI. Padahal jumlah pengalengan ikan di Muncar mencapai 13 pabrik dan penepungan ikan berjumlah 25 pabrik dengan total 38 pabrik.
Belum lagi, pabrik coldstorage, pemindang, pengasin, pengebok (es), dan pengasap yang jumlahnya cukup tinggi. “Dampak paceklik ikan di Muncar menyumbang jumlah angka pengangguran baru di Muncar,” jelasnya Dengan kondisi itu, dia berharap pihak Pemkab Banyuwangi bisa memberikan solusi.
Terutama bagi para nelayan, karyawan pabrik dan seluruh sektor yang berkaitan dengan usaha perikanan di Muncar, mulai dari buruh angkut ikan, pengebok es, pemindang, pengasin, dan pengasap ikan. Yulia Pujiastutik menjelaskan, jika hasil tangkapan ikan di Muncar ramai, satu pabrik pengalengan ikan rata-rata bisa mempekerjakan karyawan kisaran 700 orang hingga seribu orang tenaga kerja.
Sementara untuk pabrik penepungan ikan, membutuhkan kisaran karyawan antara 200 orang hingga 300 orang tenaga kerja. “Jika dikalkulasi seluruhnya, angka pengangguran baru di Banyuwangi akibat paceklik ikan di Muncar mencapai ribuan orang tenaga kerja,” imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan Direktur PT. Sumberyala Samudera, David Tjoek Wijaya. Menurutnya, jika kondisi ikan hasil tangkapan nelayan Muncar melimpah, jumlah pekerja di pabrik pengalengan miliknya bisa mencapai 1.500 orang tenaga kerja.
Jumlah itu berasal dari berbagai desa di kecamatan Muncar, mulai dari Desa Tambakrejo, Sumbersewu, Kumendung, Tapanrejo, dan sebagian dari Kecamatan Srono. “Jika kondisi ikan Muncar melimpah, karyawan kami tambah dengan sistem kerja borongan dan shift bergantian,” ungkapnya.
Namun, jika kondisi ikan Muncar sedang langka seperti sekarang, jumlah pekerja borongan tersebut juga tidak dipekerjakan lagi. Dia hanya mengefektifkan karyawan tetap yang berjumlah 200 orang, untuk memproduksi ikan sarden.
“Kadang kalau pas tidak ada ikan kiriman impor, karyawan juga masih tetap masuk walaupun hanya bersih-bersih,” tandasnya. (radar)