CUACA di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar siang itu cukup panas. Di sepanjang perjalanan dari perbatasan Desa Bagorejo, Kecamatan Srono menuju Desa Tembokrejo, terlihat persawahan yang hijau dari tanaman bawang merah.
Puluhan petani dan buruh tani tampak sibuk merawat tanaman bumbu dapur beraroma sedap itu. Ada yang membersihkan rumput liar di antara tanaman bawang merah, ada pula yang mencabut tanaman yang rusak. Tak berselang lama mendung hitam mulai menggelayut di langit.
Para petani mulai bergegas menyelesaikan pekerjaannya setelah melihat mendung hitam itu. Bersamaan dengan itu, cuaca panas mulai redup dan hujan pun turun. Selama cuaca ekstrem dengan sering turun hujan, petani harus sering memantau perkembangan tanaman bawang merah miliknya.
Gara-gara sering turun hujan itu, para petani mulai resah karena muncul penyakit bercak ungu (Allium cepa var ascalonicum ) yang disebabkan oleh jamur alternaria porri. Tanaman bawang merah yang terkena penyakit jamur itu terancam gagal panen karenatanaman banyak yang mati.
“Bagian daun trotol bercak jamur, pada bagian umbinya busuk,” ungkap Bonari, 27, salah seorang petani setempat.
Jamur alternaria porri itu menyerang pada bagian daun tanaman bawang pada usia tanam 25 hari hingga 40 hari. Serangan penyakit itu, baru muncul pada tahun 2017 ini. Sebelumnya, pada musim tanam tahun 2016 jamur tersebut tidak ada.
“Sering turun hujan, suhu jadi lembap dan jamur mudah berkembang biak,” katanya. Sebelum muncul serangan jamur alternaria porri, dua pekan lalu sebagian petani juga mengeluhkan serangan fkor fusarium, yakni bagian akar hingga batang daun pada tanaman bawang merah tidak tumbuh tegak, tapi melintir kemudian mati.
“Serangan itu menghantam tanaman pada usia 20 hari sampai 30 hari tanam,” ujarnya. Serangan jamur itu, para petani bawang merah di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, dan Desa Bagorejo, Kecamatan Srono kini mulai kewalahan. Mereka masih belum menemukan formula yang pas untuk menangani serangan jamur tersebut.
“ Kami hanya mencari informasi pada sesama petani bawang merah,” cetusnya. Hingga kini keresahan para petani bawang merah itu belum juga terjawab. Akibatnya, puluhan hektare tanaman bawang merah di dua desa itu juga terancam gagal panen. “Yang mau di panen apanya, wong tanaman sudah mati layu semua,” keluhnya.
Menanam bawang merah itu pilihan bagi Agus, 47, salah seorang petani bawang merah asal Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar. Sejak setahun lalu, dia yang sebelumnya menanam semangka memutuskan beralih menanam bawang merah.
Saat menanam pertama di tahun 2016, lahan seluas seperempat hektare miliknya mampu panen hingga tiga ton bawang merah. Apalagi saat itu, harga bawang merah juga sedang bagus, yakni di atas Rp 20 ribu per kilogram. “Saya waktu itu panen pertama dapat uang Rp 60 juta,” ungkapnya.
Dari hasil panen pertama, dia langsung membelikan motor putranya Honda CBR seharga Rp 33 juta. Sisa uang digunakan untuk modal tanam kembali. “Dibanding tanam semangka, hasil tanam bawang merah lebih bagus,” katanya. Karena dianggap prospeknya bagus dengan hasil menjanjikan. Maka diputuskan menanam di lahan yang lebih luas, yakni satu hektare lebih.
Sayangnya, pada tanam kali kedua itu cuaca kurang bersahabat hingga hasil panen tidak maksimal dan hanya balik modal. Pada masa tanam ketiga, dia mencoba keberuntungan dengan kembali menanam bawang merah. Bukan malah hasil, tanamannya justru berbalik hancur dan gagal panen akibat diserang jamur. Nasib serupa tak hanya menimpa dirinya, tapi juga petani bawang merah lainnya.
“Kalau saya masih mending jual motor, teman saya panen beli mobil baru, kini mobil itu dijual lagi karena bangkrut,” cetusnya. Lain halnya dengan Yoyok, 32. Petani bawang merah asal Dusun Palurejo, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar yang tergiur hasil panen menjanjikan, memutuskan menyewa lahan seluas seperempat hektare untuk ditanami bawang merah.
Pada tahun 2016 lalu, dia juga sempat merasakan “aroma” bawang merah yang sedap. Sayang, “aroma” itu tak berlangsung lama dan malah berbuah petaka karena gagal panen. “Sewa lahannya saja setahun Rp 6 juta, masih belum pembelian bibit dan biaya operasional,” keluhnya.
Akibat gagal panen terpaksa harus menjual ternak piaraannya untuk membayar utang di bank dan mengembalikan modal untuk kembali bercocok tanam. “Semoga cepat ada solusi terbaik, sehingga keresahan petani bawang merah ini bisa teratasi,” harapnya. (radar)