The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Unique Story: The Head of the Hamlet is Good at English Thanks to the Experience of a Tour Guide in Bali

kisah-unik:-kepala-dusun-jago-bahasa-inggris-berkat-pengalaman-pemandu-wisata-di-bali
Unique Story: The Head of the Hamlet is Good at English Thanks to the Experience of a Tour Guide in Bali
Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

BANYUWANGI, Jurnalnews – Di kecamatan Cluring, tepatnya di Desa Tamanagung, terhampar sebuah dusun kecil yang dikenal sebagai Dusun Sumberwaru. Tempat istimewa ini terletak di wilayah Kecamatan Cluring, Banyuwangi, East Java.

Keunikan dusun ini terletak pada kebersamaan dan semangat gotong-royong yang menguatkan antarwarganya. Kepala dusun yang memimpin, yaitu Budi Harjo, merupakan sosok bijaksana yang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kehidupan masyarakatnya.

Peran dan tugas seorang kepala dusun sangat penting dalam mengelola dan mengawasi segala kegiatan di tingkat dusun atau desa. Budi Harjo, yang akrab disapa Budi Brong, ternyata memiliki keahlian menarik lainnya—ia mahir berbicara dalam bahasa Inggris.

Rahasia di balik kepiawaiannya ini terungkap saat kita menelusuri masa lalunya. Budi ternyata pernah menjadi pemandu wisata, atau yang dikenal sebagai Guide, di pulau Bali.

Pengalaman panjangnya selama hampir 8 tahun di Bali masih menghiasi ingatannya. One day, kebetulan Budi sedang bersantai menikmati kopi bersama tiga temannya di kedai Trembesi, yang terletak di wisata hutan tengah kota Djawatan, selfishness, Cluring District, Banyuwangi.

Kisah menarik ini bermula ketika seorang bule berkebangsaan Belanda tiba-tiba memasuki kedai dan memesan makanan. Pelayan di kedai tersebut terkejut karena tidak mengerti bahasa yang diucapkan oleh bule itu.

Wisata de Djawatan tempat Erik wisatawan asal Belanda berkunjung. (Foto.Dok: Rony.Jurnalnews.com).Wisata de Djawatan tempat Erik wisatawan asal Belanda berkunjung. (Foto.Dok: Rony.Jurnalnews.com).

Tanpa terlambat, mata Budi yang tajam memperhatikan kejadian tersebut. Segera dan tanpa ragu, Budi melangkah mendekati meja bule itu dan dengan ramah membantu menerjemahkan pesan yang diinginkan oleh tamu tersebut kepada pelayan.

“Tamu ini ingin melihat menu makanan yang tersedia di kedai ini,” ucap Budi kepada pelayan.

Next, Budi melanjutkan percakapannya dengan bule tersebut menggunakan bahasa Inggris. Tak berapa lama, Budi dengan sigap menyampaikan hasil obrolannya kepada pelayan.

“Tamu ini ingin memesan hidangan khas Indonesia. Dia menginginkan nasi pecel yang tidak pedas, dan minumnya bersoda memakai es batu,he explained.

Hidangan makanan dan minuman dipersiapkan dengan cermat oleh sang pelayan, sementara Budi terus melanjutkan percakapannya dengan bule tersebut.

Bule yang berwajah tampan dengan kulit putih kekuningan dan mata biru, ditambah bulu kumis brewok tipis, menarik perhatian pengunjung di kedai Trembesi.

Erik wisatawan asal Belanda bersama kadus Sumberwaru Budi Harjo dan pemilik kedau Trembesi, saat bersantai di kedai Trembesi, lokasinya di dalam wisata Djawatan. (Foto.Dok: Rony.Jurnalnews.com).Erik wisatawan asal Belanda bersama kadus Sumberwaru Budi Harjo dan pemilik kedai Trembesi. (Foto.Dok: Rony.Jurnalnews.com).

Postur tubuh yang mapan semakin menambah pesona visualnya, memaksa pandangan pengunjung lain untuk terfokus pada meja nomor satu, tempat tamu bule itu duduk dan memesan hidangan.

Cerita ini semakin menarik ketika Budi bertanya semakin mendalam. Tamu bule ini berencana untuk menjelajahi Banyuwangi selama 3 day, dengan salah satu destinasi utamanya adalah Djawatan.

“Ternyata, bule ini punya rencana untuk menghabiskan 3 hari mengeksplorasi berbagai destinasi wisata di Banyuwangi, termasuk Djawatan. Saya kira, kunjungannya tidak terjadi begitu saja, in fact, Djawatan sudah dikenal di negara asalnya," he explained.

It adds, “Bule itu bernama Erik. Ia sedang berwisata selama 2 minggu di Indonesia dan mengaku senang karena ini adalah kunjungan yang pertama ke Indonesia. Sebelumnya dia melancong di Bali dan sekarang di Djawatan, ini akan melanjutkan ke kawaj Ijen,” ucap Budi Brong.

Tak lama setelah berbincang, pelayan datang mengantar pesanan makanan yang telah dipesan. Erik segera menikmati hidangannya, sementara Budi melangkah sejenak ke meja lain untuk bergabung dengan teman-temannya.

Budi Harjo saat menjelaskan sejarah wisata Djawatan sebelum menjadi tempat wisata kepada Erik wisatawan asal Belanda. (Foto.Dok: Rony.Jurnalnews.com).Budi Harjo saat menjelaskan sejarah wisata Djawatan sebelum menjadi tempat wisata kepada Erik wisatawan asal Belanda. (Foto.Dok: Rony.Jurnalnews.com).

Setelah makan, Budi kembali mendekati meja Erik untuk melanjutkan percakapan. This time, mereka berdua didampingi oleh pemilik kedai Trembesi, Joko Santoso. Dalam obrolan mereka, Joko membawa buku berjudul “Sejarah Djawatan,” dan menjelaskan perjalanan wisata Djawatan sebelum menjadi destinasi populer.

Joko Santoso, menjelaskan wisata Djawatan sebelum menjadi tempat wisata dulunya tempat penimbunan kayu milik Perhutani, dan sebelumnya di tahun sebelum kemerdekan tempat ini juga markas Belanda setelah kemerdekaan tempat ini menjadi kantor Perum Perhutani Banyuwangi Selatan.

“Hutan de Djawatan sudah ada sejak 1935, dahulu awalnya digunakan sebagai tempat penimbunan kayu. Dengan luas 7,8 hectares. dan varian tanaman adalah pohon trembesi jumlahnya sekitar 170 tree ,” tutur Joko kepada Erik.

Besides that, Joko juga menjelaskan bahwa di tengah-tengah hutan ini dulu terdapat sebuah rumah bekas hunian Belanda yang sayangnya kini sudah dibongkar karena rapuh. Beberapa tahun lalu, di sini juga terdapat rumah tempat tinggal hewan klelawar yang sekarang juga sudah tidak ada lagi karena kondisinya yang rapuh dan berbahaya.

Setelah berbincang dan berbagi cerita tentang wisata Djawatan, Erik yang sudah cukup istirahat dan mendapatkan informasi mengenai sejarah Hutan Trembesi di tengah kota, mengucapkan terima kasih dan berpamitan untuk melanjutkan perjalanan wisatanya. (Rony//JN).

Editor : Subhan