The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Ini Kisah Bu Guru Wiga, Demi Pendidikan Memilih Mengajar dengan Gaji Rp 200.000 Per Bulan

ini-kisah-bu-guru-wiga,-demi-pendidikan-memilih-mengajar-dengan-gaji-rp-200.000-per-bulan
Ini Kisah Bu Guru Wiga, Demi Pendidikan Memilih Mengajar dengan Gaji Rp 200.000 Per Bulan
Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

KOMPAS.comSebuah video yang merekam seorang guru sedang membuka amplop gaji berisi uang Rp 200.000, viral on social media.

Dalam video tersebut disertakan kalimat “Alhamdulillah, semoga semua yang sudah kita kerjakan menjadi ladang barokah dan pahala untuk kita semua”.

Guru perempuan dalam video tersebut adalah Wiga Kurnia Putri (27), seorang guru honorer di salah satu SMP swasta di Kecamatan Muncar, Banyuwangi Regency, East Java.

Since 2021, ia mengajar mata pelajaran IPS dan PKN di sekolah yang berada di dekat rumahnya. To Kompas.com, Wiga menceritakan pilihannya menjadi seorang pendidik.

Menurut Wiga, sekolah tempat ia mengajar hanya memiliki 40 murid dengan 4 guru dan satu kepala sekolah. Ia tahu konsekuensi gaji yang ia terima saat memilih mengajar di sekolah tersebut.

Read too: Canned Tuna from Banyuwangi Exported to Canada, Contract value 10 Million US Dollars

Sekolah tempat saya mengajar antara ada dan tiada. Padahal sekolahnya sudah lama, bahkan kakek saya dulu mengajar di sini. Papa saya dan keluarganya juga sekolah di sini.

Saya tahu sejak awal gajinya Rp 200.000. Enggak kaget karena memang jumlah siswanya minim,” kata Wiga saat dihubungi Kompas.com through video call on Tuesday (8/10/2024).

Wiga menyelesaikan pendidikan SMA di Kabupaten Banyuwangi. Lalu ia kuliah di Kota Malang dan menikah. In the year 2021, ia dan keluarga kecilnya kembali ke Banyuwangi.

Lalu sang suami mengajar sebagai guru honor di salah satu SMA di Kabupaten Banyuwangi. Wiga awalnya memilih menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak.

Melihat pendidikan Wiga, kerabatnya pun menawarinya untuk mengajar di SMP swasta di dekat rumahnya.

Menurut Wiga, di sekolah tersebut statusnya adalah guru honorer dan datanya tidak masuk dalam data pokok pendidikan (dapodik).

Syaratnya memang dua tahun mengajar untuk masuk dapodik. Sempat ditawari. Tapi saya memilih untuk tidak, karena saya masih punya mimpi yang belum terwujud. Jika disebut relawan mengajar, ya bisa juga,” kata ibu dua anak tersebut.

Read too: Those on the Banyuwangi Poverty Line…

Saat pertama kali mengajar, Wiga mengaku kondisi sekolahnya sangat memperihatinkan karena sarana dan prasarana yang jauh dari kata layak.

Kelas yang bisa digunakan hanya satu, jadi bergantian. Termasuk kursi-kursinya juga banyak yang rusak. Kalau hari pendek, ada yang belajar di kelas, di ruang guru dan perpustakaan,” he said.

Menurut Wiga, sebelum Penerimaan Peserta Didik Baru, biasanya SMP akan memperkenalkan sekolahnya di SD-SD sekitar. Namun tidak untuk sekolah tempat Wiga mengajar.


Page 2

Saat PPDB berlangsung, dia akan mencari anak yang putus sekolah agar bisa melanjutkan pendidikan di tempatnya mengajar.

Pertama kali mengajar, saya ajak anak tetangga. Saya datangi satu per satu agar mereka mau sekolah.

Saya bilang enggak usah bayar seragam, enggak usah bayar apa-apa. Untuk SPP bisa bayar semampunya. Mau Rp 10.000, mau Rp 5.000 tidak masalah. Yang penting anak-anak mau sekolah,” kata Wiga.

Read too: Banyuwangi Regency Government Deactivates Elementary School Teacher Who Broke and Sells ASN Data on Breachforums

Wiga pun mencontohkan siswanya yang tinggal 200 meter dari sekolah. Siswa tersebut yatim piatu dan tinggal dengan kerabat jauhnya.

Saya jemput, saya ajak sekolah karena sebelumnya memang berhenti setelah lulus SD. Ada juga murid saya yang jadi pengamen di jalan,” kata Wiga sambil tersenyum.

Not only that, selama ini mereka juga tak menggelar upacara karena tak memiliki pengeras suara.

Murid saya tanya bu kapan upacara. Saya jawab nanti ya kalau ada pengeras suara karena memang pengeras suara yang lama sudah rusak,” he said.

Besides that, ia juga mengajarkan murid-muridnya menabung setiap hari Rp 1.000 agar bisa digunakan untuk membayar biaya ijazah jika lulus SMP.

Kenapa mewajibkan menabung Rp 1.000 ya untuk kebutuhan mereka nanti saat lulus karena sekarang banyak ijazah yang tidak diambil karena kendala ekonomi,” he said.

Read too: Children's Story 14 The year in Banyuwangi who died after being hit by his coach, Known Quiet and Loyal Friend

Selama menjadi guru di SMP tersebut, Wiga mendapatkan banyak pengalaman salah satunya adalah pendidikan yang tidak menjadi prioritas orang tua.

Selain itu banyak muridnya yang berasal dari keluarga yang kekurangan, baik kekurangan ekonomi dan kasih sayang. Alasan itu yang menjadi dasar ia tetap mengajar, walau menerima gaji Rp 200.000 per bulan.

Saya ibu dengan dua anak dan menyadari bahwa pendidikan ini penting buat mereka. Dan mengajar adalah kebahagian buat saya,” he said.

Not only that, setelah pandemi Covid-19, ia sempat terkejut saat tahu banyak siswa SMP yang ia ajar tak lancar membawa dan menulis.

Sekolah ini kan memfasilitasi murid untuk belajar, di rumah nanti harus diulangi lagi dan ada peran orang tua. Tapi di sini peran orang tua sangat minim,” he said

Selain itu Wiga juga bercerita, gaji Rp 200.000 yang didapatkan tak seluruhnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi sebagian untuk siswanya.

Read too: Take the Election Campaign Holiday, Acting Regent of Banyuwangi Filled with Deputy Regent Sugirah

Kadang saya tanya butuh apa? Books, tas atau sepatu atau jajan. Saya enggak bilang semua gaji untuk murid-murid saya, tapi sebagian memang untuk mereka,” kata Wiga.

Menurutnya kebutuhan keluarga dipenuhi oleh penghasilan sang suami yang bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMA.

Saya selalu berdoa agar suami diberikan rezeki yang cukup dan juga bisa lolos P3K. Doanya yaa,” he said.

Listen breaking news and featured news we're right on your phone. Select your favorite channel to access Kompas.com WhatsApp Channel news : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Make sure you have installed the WhatsApp application.