Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Aksi Bongkar Kuburan di Plampangrejo Banyuwangi, Jenazah 7 Hari Dikubur, Perdunu: Meninggal Ahad Legi Bisa untuk Ajian Sirep dan Menghilang

aksi-bongkar-kuburan-di-plampangrejo-banyuwangi,-jenazah-7-hari-dikubur,-perdunu:-meninggal-ahad-legi-bisa-untuk-ajian-sirep-dan-menghilang
Aksi Bongkar Kuburan di Plampangrejo Banyuwangi, Jenazah 7 Hari Dikubur, Perdunu: Meninggal Ahad Legi Bisa untuk Ajian Sirep dan Menghilang
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Radarbanyuwangi.id  – Pembongkaran makam Eka Duwi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dusun Krajan, Desa Plampangrej, Kecamatan Cluring pada Sabtu (29/6), mengundang perhatian sejumlah kalangan.

Apalagi, kain kafan yang membungkus jenazah sempat digunting dibagian pinggang, dan dua tali pocong bagian kepala dan badan juga hilang.

Ada yang menyebut, almarhum Eka Duwi yang meninggal bertepatan pada Minggu (23/6) atau weton Ahad Legi, itu bisa dibuat untuk kepentingan ritual tertentu.

“Pengambilan tali pocong biasanya dihitung berdasarkan waktu meninggal dan pengambilannya,” cetus Ketua Umum Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu), Abdul Fattah Hasan.

Menurut pria yang biasa disapa Gus Fattah itu, almarhumah Eka Duwi itu meninggal pada Ahad Legi, itu bagi sebagian orang dianggap keramat.

“Itu meninggalnya pas Ahad Legi, dan kuburan dibongkar untuk diambil tali pocong dan kain kafan pada tujuh harinya yang bertepatan Sabtu Pahing, biasanya ini untuk mempengaruhi orang,” ungkapnya.

Bisa juga, kata Gus Fattah, pengambilan tali pocong dan kain kafan dibagian tertentu, itu dibuat jimat agar aksi yang dilakukan dengan melakukan perbuatan tertentu, tidak bisa terlihat.

“Tali pocong dan kain kafan bisa untuk jimat seperti dapat menghilang, karena tidak diketahui orang lain,” katanya.

Selain itu, masih kata Gus Fattah, jika orang meninggal pada Ahad Legi, tali pocong dan kain kafannya juga bisa untuk aji sirep dan asmara, bukan untuk kesaktian kanuragan.

“Rumusnya itu, maksimal tujuh hari atau maksimal 40 hari diyakini memiliki kekuatan doktrin yang melekat, mitosnya seperti itu,” bebernya.

Praktik mengambil tali pocong pada jenazah yang meninggal hari tertentu, jelas dia, merupakan praktik dukun-dukun lama yang hari ini sudah banyak ditinggalkan.

Bahkan, praktik semacam itu dinilai cukup menyesatkan. “Kami sering menyampaikan agar praktisi paranormal memberi solusi yang baik, bukan solusi menyesatkan,” cetusnya.

Gus Fattah menyayangkan atas praktik pembongkaran kuburan di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring itu. Dalam beberapa pertemuan pelaku spiritual, ia kerap menyampaikan agar masyarakat menggunakan akalnya.

“Jika didoktrin oleh paranormal dan pelaku spiritual yang tidak masuk akal, melanggar norma agama, dan norma sosial, hendaknya jangan dianut begitu saja. Masyarakat harus mulai berfikir cerdas jika di doktrinasi dengan yang tidak rasional,” tegas pria asal Desa/Kecamatan Tegalsari itu.


Page 2

Rabu, 3 Juli 2024 | 02:00 WIB


Page 3

Radarbanyuwangi.id  – Pembongkaran makam Eka Duwi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dusun Krajan, Desa Plampangrej, Kecamatan Cluring pada Sabtu (29/6), mengundang perhatian sejumlah kalangan.

Apalagi, kain kafan yang membungkus jenazah sempat digunting dibagian pinggang, dan dua tali pocong bagian kepala dan badan juga hilang.

Ada yang menyebut, almarhum Eka Duwi yang meninggal bertepatan pada Minggu (23/6) atau weton Ahad Legi, itu bisa dibuat untuk kepentingan ritual tertentu.

“Pengambilan tali pocong biasanya dihitung berdasarkan waktu meninggal dan pengambilannya,” cetus Ketua Umum Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu), Abdul Fattah Hasan.

Menurut pria yang biasa disapa Gus Fattah itu, almarhumah Eka Duwi itu meninggal pada Ahad Legi, itu bagi sebagian orang dianggap keramat.

“Itu meninggalnya pas Ahad Legi, dan kuburan dibongkar untuk diambil tali pocong dan kain kafan pada tujuh harinya yang bertepatan Sabtu Pahing, biasanya ini untuk mempengaruhi orang,” ungkapnya.

Bisa juga, kata Gus Fattah, pengambilan tali pocong dan kain kafan dibagian tertentu, itu dibuat jimat agar aksi yang dilakukan dengan melakukan perbuatan tertentu, tidak bisa terlihat.

“Tali pocong dan kain kafan bisa untuk jimat seperti dapat menghilang, karena tidak diketahui orang lain,” katanya.

Selain itu, masih kata Gus Fattah, jika orang meninggal pada Ahad Legi, tali pocong dan kain kafannya juga bisa untuk aji sirep dan asmara, bukan untuk kesaktian kanuragan.

“Rumusnya itu, maksimal tujuh hari atau maksimal 40 hari diyakini memiliki kekuatan doktrin yang melekat, mitosnya seperti itu,” bebernya.

Praktik mengambil tali pocong pada jenazah yang meninggal hari tertentu, jelas dia, merupakan praktik dukun-dukun lama yang hari ini sudah banyak ditinggalkan.

Bahkan, praktik semacam itu dinilai cukup menyesatkan. “Kami sering menyampaikan agar praktisi paranormal memberi solusi yang baik, bukan solusi menyesatkan,” cetusnya.

Gus Fattah menyayangkan atas praktik pembongkaran kuburan di Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring itu. Dalam beberapa pertemuan pelaku spiritual, ia kerap menyampaikan agar masyarakat menggunakan akalnya.

“Jika didoktrin oleh paranormal dan pelaku spiritual yang tidak masuk akal, melanggar norma agama, dan norma sosial, hendaknya jangan dianut begitu saja. Masyarakat harus mulai berfikir cerdas jika di doktrinasi dengan yang tidak rasional,” tegas pria asal Desa/Kecamatan Tegalsari itu.

Exit mobile version